Friday, January 28, 2011

GEOWISATA YOGYA

Gunung Api Purba di Nglanggeran Yogyakarta merupakan sebuah kawasan atau situs warisan geologi (geological heritages) yang mempunyai nilai ekologi dan warisan budaya (cultural heritages) dan merupakan kawasan yang cocok untuk edukasi masalah geologi (geowisata).



Nglanggeran merupakan daerah kawasan wisata. Daerah ini merupakan kawasan yang batu-batuannya tersusun oleh material vulkanik tua. Orang geologi menyebutnya Formasi Nglanggeran. Daerah ini memiliki morfologi yang unik dan juga dari sisi geologi sangat unik serta memiliki cerita ilmiah.

Kajian Ilmiah (sumber referensi)
Menurut kajian geologi daerah ini, Gunung Nglanggeran adalah Gunung Berapi Purba. Usia gunung ini menjadi menarik bagi ilmuwan geologi karena ingin mengetahui genesa (pembentukan) gunung api ini serta memperkirakan bagaimana kondisi tektonik pada saat gunung Nglanggeran ini masih aktif. Kajian awal dahulu memperkirakan usia Gunung Nglanggeran ini sekitar 50 JUTA tahun. Namun kajian terbaru menemukan gunung ini sudah mati sejak 18 juta tahun yang lalu.
Menurut Awang Harun Satyana, seorang ahli geologi Indonesia, Formasi Nglanggeran dan formasi-formasi Kebo Butak serta Semilir merupakan produk volkanisme Oligo-Miosen yang untuk pertama kalinya oleh Verbeek dan Fennema (1896, diteliti lagi oleh Bothe, 1929, 1934, dan dikompilasi van Bemmelen, 1949) disebutnya sebagai OAF (Oud Andesiet Formatie - Old Andesite Formation atau OAF. Ini adalah volkanisme submarin (van Bemmelen, 1949) yang bersifat turbidit.



Turbitdit itu merupakan batuan sedimen yang diendapkan pada kondisi arus turbit, atau olakan. Ini sering terdapat di laut dalam karena paparan yang longsor.
Dalam teori plate tectonics, OAF dan semua formasi ekivalensinya di Jawa Barat (Jampang, Gabon) serta di Jawa Timur (Puger) (lihat evaluasi regional yang pernah dipublikasikan di Proceedings PIT IAGI 2003: Satyana dan Purwaningsih, 2003, Oligo-Miocene Carbonates of Java: Tectonic Setting and Effects of Volcanism) merupakan jalur volkanik berumur Oliogo-Miosen (Oligosen Akhir-Miosen Awal) yang sekarang menjadi fisiografi Pegunungan Selatan di selatan Jawa. Jalur volkanik sejajar poros panjang Jawa ini timbul karena partial melting yang dialami kerak samudera Hindia di kedalaman 100-200 km di bawahnya dengan zona subduksinya di submarine ridge selatan Jawa sekarang. Berdasarkan umur mutlak menggunakan K-Ar (Soeria-Atmadja, 1994) volkanisme ini berakhir pada 18 Ma (Miosen Awal bagian bawah).
Setelah itu, pada 12 Ma (Miosen Tengah) mulai terjadi pelandaian kemiringan penunjaman (zone Wadati-Benioff) sehingga zone partial melting ikut bergerak ke arah utara dan menghasilkan volkanisme umur Miosen Tengah yang ternyata menerus sampai Kuarter dan meninggalkan jalur volkanik Nglanggeran serta pusat2 erupsi di sekitarnya. Perpindahan jalur volkanik sekitar 50-100 km ke arah utara ini telah menonaktifkan semua gunungapi di jalur selatan – tak ada feeder magma hasil partial melting ke gunung2api ini.



Gunungapi juga bisa mati
Tidak selamanya gunungapi itu hidup dan aktif, ada masa-masany asebuah gunung api itu lahir, aktif akhirnya tertidur pulas dan mati. Secara mudah penjelasan diatas dapat digambarkan seperti dibawah ini.


Matinya Gunung Nglanggeran
Ketika zona subduksi itu sangat aktif maka material-material yang masuk kedalam bumi makin lama semakin maju menuju kerak benua. Bisa saja sudut penunjamannya semakin melandai dan akhirnya lokasi jalur penunjaman berubah seolah bergerak kearah kanan.
Yang diatas itu merupakan penjelasan matinya gunung-gunung api aktif akibat pergeseran zona subduksi atau zona penunjaman yang bergeser maju atau bergerak ke kanan. Namun dapat juga sebuah penunjaman bergerak mundur atau kekiri seperti dibawah ini.



Matinya gunungapi karena pergeseran zona subduksi
Untuk contoh kedua yang digambarkan oleh ilustrasi diatas salahsatunya menggambarkan kemungkinan terjadinya atau dongengan mekanisme tidurnya Gunung Muria di sebelah utara Pulau Jawa.



Dengan demikian pengetahuan tentang gunungapi akan sangat membantu dalam menelaah sejarah tektonik disebuah daerah. Itulah sebabnya banyak sekali penelitian-penelitian gerakan lempeng tektonik yang menggunakan penelitian gunungapi purba termasuk penelitian disekitar Gunung Nglanggeran.

Nah semua itu tentusaja ditelaah dengan melihat bagaimana gunung-gunung itu bergerak. Nah kalau memang bener-bener setiap lempeng ini bergerak maka akan menarik kalau melihat wajah bumi nanti. Kalau penasaran silahkan baca ini :
Wajah Bumi 250 juta tahun lagi (Benua Masa Depan !) silahkan cari di Google yach

Jadi bagi yang ingin berwisata sambil mengkaji masalah fenomena alam, silahkan datang ke Yogyakarta, dan masih banyak lagi pilihan mau berwisata pantai, museum, budaya, gunung maupun kali (sungai) semua tersedia. Dan tidak usah takut kelaparan, karena wisata kuliner dengan selera yang menggiurkan banyak betebaran di sentra-sentra wisata.

Siapa lagi yang akan mencintai alam Indonesia kalau bukan Anda semua!. Indonesia pernah berencana mengusulkan beberapa kawasan menjadi taman bumi atau geopark sejak 2008 silam. Kawasan itu antara lain Gunung Rinjani (NTB), Gunung Batur (Bali), dan Kawasan Karst Pacitan (Jawa Timur). Tetapi hingga bertahun berlalu, rencana itu tinggal rencana. Konon gagalnya usulan Gunung Rinjani sebagai geopark dunia terbelit masalah dokumen teknis yang diajukan pemerintah pada UNESCO kurang lengkap. Masasih???